Jejak Harmoni antara Iman, Budaya, dan Sejarah yang Mengukir Kisah Abadi
Surabaya menyimpan sebuah peninggalan sejarah yang tak lekang oleh waktu, yakni Gereja Kelahiran Santa Perawan Maria (KELSAPA), yang dikenal pula sebagai Gereja Kepanjen. Berdiri megah di Jalan Kepanjen sejak tahun 1899, gereja ini tidak hanya berfungsi sebagai tempat ibadah, tetapi juga menjadi saksi bisu perjalanan sejarah panjang Indonesia dari masa kolonial hingga era kemerdekaan.

Perjalanan gereja ini dimulai pada 12 Juli 1810, ketika Pastor Hendrikus Waanders tiba di Surabaya dan memulai pelayanan pastoral bagi umat Katolik. Seiring bertambahnya jumlah umat, gereja pertama akhirnya dibangun secara permanen pada 22 Maret 1822. Setelah beberapa kali diperluas dan direnovasi, bentuk gereja yang kita lihat sekarang resmi diberkati pada 5 Agustus 1900 oleh Pastor Hendricus L. Luypen SJ.
Gereja ini pun pernah mengalami masa-masa sulit, seperti kebakaran hebat pada November 1945 yang menghanguskan bagian atap dan interior. Meski demikian, renovasi terus dilakukan secara bertahap, tanpa mengubah bentuk asli bangunan sehingga keasliannya tetap terjaga. Kini, Gereja Kepanjen masih berdiri tegak dan akan merayakan usia ke-215 pada bulan 8 September 2025.

Gereja KELSAPA mengusung gaya arsitektur neo-gotik yang dirancang oleh dua arsitek ternama, Westmaas dari Belanda dan Muljono Widjosastro dari Indonesia. Interiornya menampilkan pilar-pilar setinggi 12 meter, dinding bata bergaya Eropa klasik, serta jendela kaca patri (stained glass) berwarna-warni yang memvisualisasikan kisah perjalanan Kristus dan para murid-Nya. Rose window yang menjadi ciri khas arsitektur Neo Gotik turut menghiasi bangunan ini, menambah keindahan sekaligus kesan sakral.


Keunikan lain dari gereja ini adalah pondasi yang terdiri atas 799 tiang kayu galam dengan kedalaman mencapai 15 meter. Apabila dilihat dari udara, bangunan ini berbentuk salib, simbol yang menegaskan identitas dan filosofi gereja sebagai tempat ziarah spiritual.
Lebih dari sekadar bangunan fisik, Gereja ini merupakan ruang doa yang melibatkan berbagai generasi umat dalam empat bahasa, yakni Belanda, Latin, Indonesia, dan Jawa. Hal ini menjadi bukti betapa kaya dan beragamnya tradisi keagamaan yang terjaga di sini.
Pada tahun ini, Gereja KELSAPA ditetapkan sebagai salah satu tempat ziarah resmi dalam perayaan Tahun Yubileum, lengkap dengan keberadaan Porta Sancta (Pintu Suci) yang memberikan kesempatan bagi umat memperoleh indulgensi penuh. Porta Sancta menjadi simbol rahmat dan pengampunan dalam rangka perayaan khusus ini.
Terdapat museum mini yang menyimpan barang-barang peninggalan kuno gereja, termasuk sebuah evangeliarium berbahasa Latin yang masih terjaga keutuhannya. Koleksi ini menjadi saksi bisu perjalanan sejarah iman yang berjalan seiring waktu.

Meski tampak gagah dan indah, ia tidak bisa berbohong tentang usia, terlihat beberapa batu bata yang sudah mulai mengelupas. Di balik kemegahannya tersimpan harapan agar situs bersejarah ini tidak hanya dinikmati secara visual, melainkan juga dirawat dan dilestarikan dengan sepenuh hati.
