MTBFM.CO.ID – Mulai 1 Januari 2020, pemerintah memastikan kenaikan iuran program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) BPJS Kesehatan. Meskipun kebijakan ini menuai banyak kritik dari berbagai lapisan masyarakat.
Mardiasmo, Wakil Menteri Keuangan mengatakan, kenaikan iuran BPJS ini untuk peserta kelas I dan II atau peserta non Penerima Bantuan (PBI) pemerintah pusat dan daerah. Saat ini sudah tercatat jumlah peserta BPJS Kesehatan sebanyak 223,3 juta jiwa dengan 82,9 juta yang diantaranya peserta non PBI.
Sri Mulyani Menteri Keuangan telah mengusulkan kenaikan iuran sebesar dua kali lipat, artinya peserta JKN kelas I yang tadinya hanya membayar Rp 80.000 perbulan harus membayar sebesar Rp 160.000. Untuk peserta JKN kelas II yang tadinya membayar Rp 51.000 menjadi Rp 110.000 . Sepertinya pemerintah juga mengusulkan kenaikan peserta JKN mandiri kelas III yang tadinya hanya membayar iuran sebesar Rp 25.500 dinaikan menjadi Rp 42.000 per bulan. Tetapi usulan tersebut ditolak DPR dengan alasan masih perlunya pemerintah membebani data peserta yang carut marut.
Fachmi Idris, Dirut BPJS Kesehatan mengatakan bila iuran tidak dinaikan maka defisit BPJS kesehatan akan tembus Rp 77,9 triliun pada 2024.
“Kalau kita tidak melakukan upaya-upaya policy mix artinya meningkatkan iuran kemudian kaitannya dengan bauran kebijakan maka akan terjadi defisit ini semakin lebar,” ujarnya.
Fachmi menyebutkan potensi pembengkakan defisit BPJS Kesehatan mulai Rp 39,5 triliun pada 2020, Rp 50,1 triliun pada 2021, hingga Rp 77,9 triliun pada 2024.
( src : KMP / WUL )