MTBFM.CO.ID – Demam Drama Korea atau “Drakor” ternyata bisa menjangkiti siapa saja. Fanatisme terhadap serial drama Korea yang mulanya didominasi remaja putri dan ibu-ibu muda Indonesia, mulai menulari kaum adam.
Drama Korea masuk Indonesia pada awal tahun 2000an lewat serial drama berjudul “Endless Love”. Sebelumnya, drama asal Taiwan “Meteor Garden” sukses di pasaran Indonesia. Kisah cinta menguras airmata “Endless Love” disusul drama korea lain semisal, “Princess Hours”, “Full House” dan tentu “Boys Before Flowers” tentu saja.
Nama-nama bintang korea Won Bin, Song Seung Hoon, Song Hye Kyo, Lee Min-ho, Kim Bum, Ku Hye Sun dan Lee Min-Jun kemudian memiliki pasarnya sendiri di Indonesia, terutama di kalangan gadis-gadis remaja dan para ibu muda.
Bona Sardo Hasoloan Hutahaean Staf Akademik Fakultas Psikologi Universitas Indonesia menyebutkan, menjangkitnya tren drama tersebut memiliki dua dampak positif negatif bagi psikologis dan non psikologis para penikmatnya. Untuk itu, dibutuhkan kecakapan untuk “mengerem” dan membatasi masuknya pengaruh isi cerita ke dalam kehidupan pribadi.
“Pengaruh buruk bisa saja terlalu terokupasi dengan segala hal yang terkait drama Korea, sehingga terlalu mengaitkan kehidupan nyata dengan drama Korea. Kalau keterusan, ya bisa jadi konsep diri si penggemarnya akan terganggu, karena terlalu mengaitkan identitas diri dengan drama Korea,” terang Bona Sardo beberapa waktu lalu.
“Pengaruh baiknya ya bisa saja jadi belajar kultur berbeda, tambah wawasan, mungkin jadi belajar bahasanya, dan lain-lain,” Imbuh Bona.
Kata Bona, fanatisme penggemar drama Korea pada kalangan remaja merupakan hal yang masih wajar, namun akan merupakan sebuah ketidakwajaran apabila fanatisme terhadap drakor, menjangkit pada kalangan dewasa dan orang tua.
Menyadari bahwa drama Korea hanyalah sebuah hiburan fiksi, disebut Bona bisa menghindarkan kalangan remaja dari efek buruk drama Korea. Bona menyarankan agar remaja mencari hiburan dan kegiatan lain yang bermanfaat selain menghibur diri dan mencari tahu sesuatu lewat drama Korea.
“Untuk remaja, sebisa mungkin menyadari bahwa meski masih pencarian identitas diri, ada baiknya terpapar dengan banyak stimulus selain drakor, jadi proses pembentukan identitas dirinya bisa semakin utuh. Untuk yang sudah dewasa, harapannya bisa semakin logis untuk membedakan mana kehidupan nyata dan mana kehidupan drakor.” tandas Bona Sardo.
( src : TGR / M )