“Ya memang tentang helm dan spakbor itu cukup panjang, cukup alot. Helm kan melindungi keselamatan, tapi ada pemikiran, dari rumah mau ke warung mosok harus pakai helm, akhirnya jadi opsional,” kata Budi di Jakarta, Rabu (23/09).
Budi menuturkan untuk tujuan tertentu, misalnya berolahraga, helm itu wajib digunakan, meskipun dalam aturan sifatnya tetap opsional.
“Kalo kita mungkin ingin lebih safety, para pesepeda pakai helm untuk kepentingan umum, untuk olahraga itu wajib, opsional kalo menggunakan ya lebih baik,” katanya.
Dalam PM 59/2020 ini diatur mengenai beberapa persyaratan keselamatan, misalnya untuk penggunaan helm maupun spakbor tidak diwajibkan dan bersifat opsional.
Untuk spakbor bahkan dikecualikan bagi sepeda balap, sepeda gunung, dan sepeda lainnya sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Menurut Dirjen Budi, penggunaan helm bagi para pesepeda di jalan umum juga tidak diwajibkan namun masyarakat tetap dapat menggunakan helm sebagai bagian dari keselamatan saat bersepeda.
“Kami ingin kelanjutan regulasi ini implementasinya bisa cepat di daerah-daerah. Saya sudah kirim surat ke seluruh Gubernur dan kantor-kantor untuk menyiapkan beberapa fasilitas pendukung bagi pesepeda hingga tingkat kota kabupaten. Artinya ada kewajiban bagi pemerintah untuk secara bertahap menyiapkan infrastruktur bagi pesepeda sehingga menjamin keselamatan bersepeda,” katanya.
Salah satu fasilitas pendukung ini antara lain adalah tersedianya parkir umum untuk sepeda.
“Berikutnya kami mendorong kantor, sekolah, tempat umum, tempat ibadah, untuk bertahap menyiapkan tempat parkir bagi sepeda. Parkir untuk sepeda ini tidak hanya ruang tapi juga alat untuk parkir sepedanya. Arahan kita parkir sepeda harus mudah dijangkau oleh pesepeda, lokasinya tidak terlalu jauh sehingga akan mendorong minat masyarakat cepat bertambah untuk bersepeda,” lanjutnya.
( src : ANT / M )