MTBFM.CO.ID – Tradisi halalbihalal hanya ada di Indonesia. Tradisi saling memaafkan di hari Lebaran ini tak ditemukan di negara lain, bahkan negara yang menyebut dirinya negara Islam. Siapa sangka jika tradisi ini bermula dari niat menyatukan bangsa dari perpecahan?
KH Masdar Farid Mas’udi Rais Syuriah PBNU dengan tegas bercerita bahwa untuk istilah halalbihalal memang pertama diucapkan oleh KH Abdul Wahab Chasbullah, salah satu pendiri Nahdlatul Ulama.
Kisah bermula saat Indonesia memproklamirkan kemerdekaan pada tahun 1945. Baru tiga tahun menjadi bangsa merdeka, Indonesia dilanda gejala disintegrasi bangsa. Elite politik bertengkar dan tak mau duduk berdialog dalam satu forum.
Diawali pada pertengahan bulan Ramadan 1948, Presiden RI Soekarno memanggil KH Wahab Chasbullah ke Istana Negara. Sebagai sosok ulama yang disegani, KH Wahab Chasbullah diajak berdiskusi untuk mengatasi situasi politik yang tidak sehat.
“Ya sebaiknya diselenggarakan silaturrahim. Apalagi Idul Fitri kan umat muslim disunahkan bersilaturrahmi,” saran Kiai Wahab.
“Ah, sampeyan kayak enggak tahu saja. Silaturrahmi itu kan biasa. Bisa enggak dengan istilah yang lain.” Bung Karno ngeyel.
“Itu gampang,” kata Kiai Wahab.
“Gampang bagaimana? Mereka terus saja bertengkar, kok,” kata Bung Karno.
“Begini. Jadi, masalahnya elite politik itu tak mau bersatu karena saling menyalahkan. Padahal, saling menyalahkan itu kan dosa. Dosa itu haram. Supaya mereka tidak punya dosa (haram), maka harus dihalalkan. Mereka harus duduk dalam satu meja untuk saling memaafkan, saling menghalalkan. Sehingga silaturrahmi nanti kita pakai istilah ‘halalbihalal’. Bagaimana?” kata Kiai Wahab.
Seperti mendapat cahaya setelah terkurung dalam gelap dalam waktu lama, begitulah istilah yang tepat untuk menggambarkan situasi saat itu. Saat hari raya Idul Fitri 1948 itu Bung Karno lalu mengundang semua tokoh politik untuk datang ke Istana Negara bersilaturahmi. Acara itu bertajuk “Halalbibalal”.
Sejak itu orang-orang Presiden Soekarno terus mengadakan acara halalbihalal secara masif setiap tahun. Niat baik akan memancarkan energi baik. Silaturahmi bertajuk halalbihalal itu kemudian ditiru masyarakat secara luas. Jadilah halalbihalal sebagai kegiatan rutin dan budaya Indonesia saat Hari Raya Idul Fitri seperti sekarang.
Sedangkan pada zaman Rasulullah SAW, istilah halalbihalal memang tak ditemukan. Hanya saja, esensi dari halalbihalal—yakni saling memaafkan—dicontohkan Nabi Muhammad SAW. Misalnya, pada saat penaklukan Kota Makkah (Fathu Makkah). Beliau memaafkan semua orang yang pernah menyakitinya.
( BERBAGAI SUMBER / M )